“The Biggest Mistake” (2nd of a Trilogy)

……

15/11 * 06.00 * CGK-UPG-MDC-UPG * ROUND

16/11 * 10.00 * UPG-CGK-SIN-CGK

17/11 * OFF

18/11 * 09.30 * CGK-SUB-CGK-MES * ROUND

19/11 * 11.00 * MES-CGK-UPG-DPS * ROUND

20/11 * 16.00 * DPS-SYD * ROUND

21/11 * OFF

22/11 * OFF

23/11 * 10.00 * SYD-DPS-CGK

……

 

Berulang kali Glenn memandangi SMS jadwal terbang Catherine. ‘Hmm…, kalau bukan hari ini, berarti masih 5 hari lagi aku baru bisa ketemu sama Catherine. Itu pun seandainya dia udah nggak marah, dan mau untuk diajak ketemu.’ Memang sudah sejak kemarin Catherine marah besar sama Glenn. Dan itu semua terjadi karena memang Glenn yang bersalah…

Terbayang kembali dalam benak Glenn, rencana yang sudah dibuat oleh Catherine dengan detail sejak beberapa minggu yang lalu. Catherine secara khusus telah melakukan reservasi di sebuah restaurant. Selain itu, Catherine juga sudah merencanakan, dress code apa yang akan dia dan Glenn kenakan untuk acara dinner itu. Bahkan Catherine sampai secara khusus request untuk dapat off pada hari itu. Semua itu dilakukannya untuk merayakan 1st anniversary pertemuan dan perkenalannya dengan Glenn pada tanggal 17 November.

Glenn mengingat kembali kejadian hari kemarin. Bukannya dia sengaja lupa dan sengaja mengingkari janji. Kondisi yang terjadi kemudian, sungguh-sungguh di luar kendali Glenn. Jadwal yang sangat padat membuat Glenn melewatkan janji dengan Catherine.  Dalam sesalnya Glenn merenung, sesungguhnya dia juga sangat excited dan menunggu-nunggu event special itu. Bahkan seminggu terakhir ini, dia sudah ‘hunting’ dari satu mall ke mall lainnya, hanya khusus untuk menyiapkan kado special yang akan diberikannya untuk Catherine.

Catherine sendiri pun secara sungguh-sungguh sudah menyiapkan event yang special untuk dinner tersebut. Dia yang menentukan sendiri restaurant tempat untuk dinner. Dan sepertinya restaurant tersebut memang sangat special. Sampai saat ini pun restaurant itu masih menjadi misteri, karena dia sama sekali tidak memberitakukan nama restaurant tersebut kepada Glenn.

Masih terngiang di telinga Glenn saat Catherine menginformasikan dress code apa yang harus dikenakannya, “Sayang, pokoknya nanti dress code-nya smart casual ya. Pakai aja blazer biru yang kemarin barusan jahit itu. Terus bajunya pakai yang John Rocha yang kemarin aku beliin itu aja ya…”

Sangat beralasan kenapa Catherine berkali-kali harus mengingatkan mengenai dress code ini. Kerja di perusahaan retail fashion & sport, memang tidak mengharuskan Glenn memakai baju formal standard. Celana jeans dengan kaos polo akhirnya menjadi pilihan yang paling sering dikenakannya.

———————-

Sejak pagi kemarin, jadwal Glenn memang luar biasa padat. Dari satu meeting ke meeting lainnya; dengan merchandising, A&P, MIS, HRD, dll. Apalagi di saat-saat menjelang opening store yang harus dilakukan sebelum akhir tahun. Bahkan saking padatnya, lunch  pun harus dilakukan Glenn sambil meeting. Sebenarnya sempat juga teringat oleh Glenn pada saat lunch, jam 5 sore nanti dia harus skip meeting berikutnya, untuk memenuhi janji anniversary dinner dengan Catherine.

Saat Glenn melihat screen di ponselnya kemudian, tersadarlah dia bahwa kesalahan besar sudah dibuatnya. Di screen tersebut terpampang 11 unanswered calls, dan 5 SMS dari Catherine. Dan saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Terlambat sudah. Kesalahan sudah terjadi. Dan Catherine marah besar…

Sesampainya di rumah Catherine kemudian, jangankan bicara, keluar dari kamar untuk sekedar menemui Glenn pun Catherine tidak mau. Segigih apa pun Glenn sudah merayu dan minta maaf, sama sekali tak direspon. Catherine tetap menutup rapat pintu kamarnya. Papa dan Mamanya pun tak kuasa untuk membujuk Catherine untuk membuka pintu itu. Sampai akhirnya Glenn pulang 2 jam kemudian. Bahkan sampai dengan pagi ini, semua telpon dan text dari Glenn, tidak ada satu pun yang direspon oleh Catherine…

———————-

Setelah mengenal Catherine 1 tahun ini, Glenn cukup paham dengan sifatnya. Catherine adalah orang yang sangat lembut, perhatian, sekaligus baik hati. Pada dasarnya dia lebih sering mengalah pada saat berbeda pendapat. Bahkan seandainya pun itu bertentangan dengan kemauan dan keinginannya. Dia lebih senang untuk secara tulus dan ikhlas mengalah. Tapi di balik kelembutannya itu, juga tersimpan sifat yang keras dan tegas. Saat dia sudah mengambil suatu keputusan, akan sangat sulit untuk diubah lagi. Apalagi kalau dia merasa disakiti seperti saat ini.

Kembali Glenn memandangi lagi SMS jadwal terbang itu. Sebagai FA di GA, Catherine biasa menerima jadwal penerbangan per 2 mingguan. Biasanya untuk jadwal terbang antara tgl 1 s.d. tgl 15, dan untuk tgl 16 s.d. tgl 31. Dan sejak mereka resmi jadian, secara rutin jadwal itu selalu di-forward oleh Catherine untuk Glenn.

Pada awalnya Glenn kebingungan untuk memahami jadwal itu. Banyak sekali istitah-istilah yang masih asing baginya. Misalnya saja, ROUND. Yang belakangan baru dipahaminya, bahwa itu adalah istilah saat seorang crew mengakhiri jadwal terbangnya di luar (kota) base. Sehingga dia harus menginap di kota terakhir landing. Artinya, hari ini Catherine akan round di kota Medan. Besok di Denpasar. Lusa selama 3 hari dia akan ada di Sydney.

‘Hmmm…, baiklah…! Aku emang salah. Dan bagaimana pun caranya, aku harus segera minta maaf secara langsung sama Catherine. Semakin cepat semakin baik. Gak pantas juga sih kalo cuma lewat telpon maupun text. Dan itu artinya harus hari ini. Di kota Medan’, pikir Glenn.

———————-

Setelah pengajuan ijin cuti dadakan disetujui oleh atasan, Glenn pun akhirnya mendapat tiket untuk terbang ke Medan. Sengaja dia tidak menggunakan GA. Karena selama 1 tahun ini mereka berpacaran, Glenn sudah cukup banyak mengenal teman-teman sesama crew Catherine. Glenn berpikir, seandainya dia naik GA, ada kemungkinan nanti bisa bertemu dengan salah satu teman Catherine. Dan Glenn tidak mau rencana untuk memberi surprise buat Catherine gagal, jika secara sengaja maupun atau tidak, teman Catherine bercerita kalau ketemu dengan Glenn dalam suatu penerbangan.

Sesaat setelah pesawat yang membawanya landing di Polonia sore itu, Glenn pun langsung bergegas menuju Hotel Tiara. Hotel tempat crew GA menginap selama di Medan. Untuk kepentingan menginap seluruh crew yang harus round, pada setiap kota pihak GA memang sudah menjalin kerjasama dengan hotel-hotel local. Selain di Medan, misalnya; Hotel Sanjaya di Palembang, Ciputra di Semarang, Melia Purosani di Jogja, Sheraton di Surabaya, Sanur Beach di Bali, Sahid di Makassar, dll. (Ini adalah list pada waktu itu, mungkin sekarang sudah tidak valid lagi).

———————-

Sudah lebih dari 1 jam, Glenn menunggu di lobby hotel. Dan masih belum ada tanda-tanda kedatangan Catherine. ‘Ahh…, mungkin saja penerbangannya mengalami delay’, pikir Glenn. Suasana di lobby saat itu tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa tamu saja yang lalu lalang untuk proses check in. Sembari menunggu, Glenn pun duduk dan menikmati secangkir black coffee yang dipesan di coffee shop hotel. Alunan lagu ‘If’ yang dimainkan oleh seorang pianist dari piano yang ada di sudut lobby, membuat suasana semakin sendu. Dan itu membuat Glenn merasa semakin sedih dan merasa bersalah.

If a man could be two places at one time, I’d be with you

Tomorrow and today, beside you all the way…

 

If the world should stop revolving spinning slowly down to die

I’d spend the end with you…

———————-

Sebuah minibus berhenti di depan lobby. Mobil minibus milik hotel. Satu per satu penumpangnya keluar. Dan mereka menggunakan seragam crew GA. ‘Ahh, itu dia. Mobil jemputan dari hotel’. Dan dada Glenn pun semakin berdegub kencang saat dilihatnya Catherine ada di sana.

Perlahan Catherine meraih trolley bag dan hand bag-nya yang sudah diturunkan dari bagasi oleh door man. Walaupun dari kejauhan, Glenn dapat melihat raut wajah Catherine yang sayu dan tidak bercahaya. Dan Glenn tau, hal itu tidak seperti biasanya. Walau secapek apa pun, wajah Catherine biasanya tetap saja bersemangat dan berseri-seri. Dan Glenn pun semakin sedih oleh rasa bersalahnya. Nyata sekarang, ternyata sangat besar luka hati Catherine yang ditimbulkan karena kesalahannya.

Saat berjalan melewati pintu lobby, kepala Catherine hanya tertunduk diam. Dan kepala itu masih saja tetap tertunduk saat Glenn berjalan mendekat. ‘Hai sayang…’ Seketika langkah Catherine pun terhenti dan menengadah. Ekspresi keterkejutan sangat jelas terpancar di wajah Catherine. Secara sepintas, dan hanya sepintas terlihat senyuman di bibirnya. Tapi secepat itu pula kembali datar. Dalam diam Catherine menatap Glenn. Walaupun demikian, mata itu berbicara banyak, sangat terluka…

Beberapa saat mereka hanya terdiam dan saling pandang. Dan walaupun tanpa kata-kata yang terucap, Glenn tahu telah menyakiti Catherine cukup dalam. “Maaf ya sayang…”. Sekali lagi Glenn mencoba untuk memulai pembicaraan. Belum sempat kalimat berikutnya terucapkan, Catherine langsung memotong… “Hmm…, mas tunggu bentar ya. Mau check in dulu…”

———————-

Tidak sampai 30 menit kemudian, Catherine sudah turun kembali. Dia sudah mengganti baju seragamnya dengan pakaian yang lebih casual. Make up di wajahnya masih belum dihapus. Hanya rambutnya saja yang sudah tergerai. Wajahnya sedikit lebih cerah dari tadi, walaupun senyuman masih belum sedikit pun terlihat.

“Sayang, aku pengen ngobrol nih. Kalo bisa kita jalan ke luar aja yuk…”, ajak Glenn

“Duh mas, aku masih capek banget. Kita ngobrol di lounge situ aja ya?”

Jawaban Catherine membuat Glenn semakin berdebar-debar. Catherine hanya memanggil mas saja, bukan sayang seperti biasanya. ‘Sebegitu besarkah kekecewaannya…? Akankan Catherine mau memaafkanku…?’

Kemudian mereka pun menuju sofa yang terletak di ujung ruangan. Saat itu lounge masih tetap sepi. Lampu yang temaram dan alunan music fusion jazz membuat suasana memang cukup pas untuk bicara. Catherine masih tetap terdiam saat tangannya diraih Glenn. Dan tangan itu pun tetap dalam genggaman Glenn, saat dia mulai berbicara.

 

“Sayang, aku tau, gak ada satu pun kata-kata permohonan maaf yang bisa menghapus kesalahan yang sudah aku lakuin. Terlalu besar kesalahanku itu. Dan terlalu bodoh aku sampai berbuat kesalahan seperti itu.”

“Aku menyadari, memang selama ini aku masih sangat egois. Aku masih belum menempatkan ‘hubungan kita’ sebagai suatu prioritas. Selama ini aku dan pekerjaanku saja yang selalu menjadi hal yang utama. Saat sayang selalu ada di saat aku membutuhkan kehadiran sayang, justru aku tidak ada sewaktu dibutuhkan. Aku sudah berlaku gak fair. Aku masih terlalu egois…”

“Sayang pun sebenernya udah sering complain, bahwa aku terlalu sibuk. Tetapi, aku masih tetap saja tidak menempatkan hubungan kita dalam prioritas. Aku dan pekerjaanku masih di atas segalanya.”

“Kemarahan dan kekecewaan sayang saat ini benar-benar memberi pelajaran yang sangat berharga buat aku. Saat sayang tidak ada, baru aku sadari, betapa pentingnya arti keberadaan sayang di sisiku. Gak ada artinya sama sekali, apabila semua tugas dan kerjaanku lancar, tanpa ada keterlibatan sayang di hidupku.”

“Untuk itu sayang, aku mohon maaf. Bukan janji-janji bahwa aku gak akan mengulangi kesalahan lagi, yang akan aku janjikan. Tapi aku janji, akan bersungguh-sungguh untuk terus berusaha tidak membuat sayang marah dan sedih lagi…”

“Sekali lagi, maafin aku ya sayang…”

 

Sesaat masih belum ada reaksi dari Catherine. Tapi secara perlahan-lahan, ekspresi wajahnya sudah mulai sedikit mencair, santai. Tidak tegang dan keras seperti tadi. Dan secara perlahan-lahan pula seutas senyum mulai terbentuk di ujung bibirnya. Dan akhirnya, senyum itu mengembang penuh…

‘Ahh…, leganya….’

Bukan sekedar kata-kata yang terucap dari Catherine bahwa dia mau memaafkan Glenn. Tapi sebuah kecupan di pipi Glenn sambil berbisik, “Pokoknya, awas aja ya kalo sampe nyakitin aku lagi…”. ‘Yes, my Catherine is back’

 

Malam itu pun, akhirnya Glenn dan Catherine merayakan 1st anniversary mereka dengan makan nasi goreng aceh, di sebuah warung tenda di belakang HongKong Plaza. Jauh sekali untuk bisa disebut fancy restaurant. Tapi itu pun sudah sangat indah buat mereka. Memang betul kata orang; bukan tempat atau apa makanan yang kita makan, tapi dengan siapa kita makanlah yang paling penting.

 

Di dalam perjalanan pulang menuju hotel dengan naik becak dayung (bukan becak motor khas Medan yang sangat berisik), dengan kepala Catherine bersandar di dada, Glenn pun berbisik,

 

“I love you Catherine..”

“I love you more, mas Glenn…”

 

“Tidak ada kesalahan yang tidak termaafkan; saat kita mengakuinya dengan tulus, dan memohon maaf dengan penuh kesungguhan hati…”

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top